Saturday, May 20, 2017

Lomba Artikel Dinkes Yogyakarta 2017



Topik : Sehat Tanpa Rokok itu Keren


MEROKOK ITU KEREN?


“Perilaku merokok penduduk 15 tahun keatas masih belum terjadi penurunan dari 2007 ke 2013, cenderung meningkat dari 34,2 persen tahun 2007 menjadi 36,3 persen tahun 2013. 64,9 persen laki-laki dan 2,1 persen perempuan masih menghisap rokok tahun 2013. Ditemukan 1,4 persen perokok umur 10-14 tahun, 9,9 persen perokok pada kelompok tidak bekerja, dan 32,3 persen pada kelompok kuintil indeks kepemilikan terendah. Sedangkan rerata jumlah batang rokok yang dihisap adalah sekitar 12,3 batang......”

Data yang dikutip dari Riskesdas 2013 ini cukup memprihatinkan,  mengingat sebagian perokok tersebut adalah para remaja, generasi muda penerus bangsa. Dikutip dari laman coconuts.co, Menteri Kesehatan menyatakan bahwa data terbaru menunjukkan 1/3 dari jumlah populasi rakyat Indonesia adalah perokok, dimana 20%-nya merupakan remaja berusia 13–15 tahun. Meskipun sudah ada berbagai kebijakan sebagai upaya promotif dan preventif untuk mereduksi perilaku merokok seperti larangan pembelian rokok untuk mereka yang berusia di bawah 18 tahun, namun penerapannya belum sesuai ekspektasi. Perokok-perokok baru masih terus bermunculan.
Faktor yang melatarbelakangi seseorang menjadi perokok sangat kompleks dan beragam. Salah satunya adalah adanya persepsi bahwa merokok itu sesuatu yang modern dan keren. Hal ini sesuai dengan teori Brigham (1991), menurutnya perilaku merokok bagi para remaja adalah sebagai suatu simbol dari kematangan, kekuatan, kepemimpinan, dan daya tarik terhadap lawan jenis. Adanya keinginan akan pengakuan tersebut sedikit banyak juga dipengaruhi oleh kekuatan branding perusahaan-perusahaan rokok. Mereka semakin mengukuhkan standar “merokok itu keren” melalui visualisasi iklan yang ditampilkan maupun dari event-event yang diselenggarakan.
Melihat fenomena tersebut, tampak ada miskonsepsi mengenai kriteria keren di mata remaja masa kini. Menurut KBBI, keren diartikan sebagai “tampak gagah dan tangkas”. Jika dikaitkan dengan definisi tersebut, semboyan “merokok itu keren” menjadi agak blunder. Keren ditinjau dari sisi mana? Kalau para remaja itu ingin penampilannya prima secara fisik, kok tidak berolahraga saja? Padahal sudah jelas kegiatan itu memberikan manfaat nyata. Tetapi yang terjadi malah sebaliknya, mereka menempuh jalan penuh kemudharatan bagi diri sendiri maupun orang lain yaitu merokok!
Sudah banyak penelitian mengenai dampak merokok jangka panjang terhadap kesehatan. Penyakit jantung, pneumonia, kebutaan, stroke, kanker, dan berbagai macam komplikasi lainnya yang akan mengintai para pecandu rokok. Menariknya, tidak sedikit perokok yang sudah mengetahui hal ini, namun karena dampak tersebut tidak langsung terasa dan terlihat, maka banyak yang tidak mempedulikannya. Kenyataan ini memang lucu. Logikanya, wong yang bergaya hidup sehat saja masih berpeluang terkena penyakit, lha kok ini malah sengaja memasukkan racun ke dalam tubuh? Mungkin mereka juga sudah kebal dengan himbauan dan peringatan melalui kampanye antirokok. Seperti dikutip dari laman www.staffs.ac.uk, disebutkan bahwa kampanye yang berfokus pada efek negatif rokok terhadap penampilan dinilai lebih “mengena” dibanding kampanye yang berfokus pada persoalan kesehatan.
Sesungguhnya jika para remaja perokok tetap bersikukuh dengan idealisme “merokok itu keren”, lambat laun hal tersebut dapat menjadi bumerang bagi diri mereka sendiri. Faktanya, menurut Chauhan dkk. (2013), dalam jangka panjang merokok dapat menyebabkan gigi kuning/berkarat, nafas bau, bibir menghitam, kulit kusam dan kering, timbulnya kerutan di wajah dan efek samping lain yang akan merusak penampilan dan jauh dari kata keren. Itulah kenyataan pahit dibalik tagline dan image kekinian yang lantang digembar-gemborkan selama ini. Jadi sungguh merugi para perokok itu. Niat hati ingin tampil kece, tetapi ujungnya malah kecelik. 
Jika demikian lalu apa arti keren sesungguhnya? Keren itu ya hidup sehat tanpa merokok. Pepatah latin mengatakan bahwa “mens sana in corpore sano”, yang artinyadi dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat”. Hal ini logis karena manusia dapat berkarya dan berpikir jernih, serta melakukan hal-hal positif yang bermanfaat jika memiliki tubuh yang sehat. Kesemuanya itu akan sulit bahkan hampir mustahil dicapai jika yang terjadi sebaliknya. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika generasi muda mulai menerapkan gaya hidup sehat tanpa rokok karena efek yang ditimbulkan akan memiliki dampak luas dalam jangka waktu panjang.  

Ilustrasi perbandingan penampilan non perokok dan perokok (kronis)

Hidup tanpa rokok itu sudah terbukti keren, karena ada banyak manfaat yang akan diperoleh bagi siapa saja yang mengamalkannya. Paling tidak, faktor risiko untuk mengalami penyakit-penyakit degeneratif sudah berkurang satu. Minimalisasi faktor risiko lain dapat dilakukan dengan menerapkan kebiasaan positif lain seperti berolahraga rutin, mengatur pola makan, dan sebagainya.  Hidup tanpa rokok juga berarti akan mengurangi peluang timbulnya hal-hal yang mengganggu penampilan seperti yang disebutkan di atas. Menyenangkan bukan?
            Tidak merokok juga berarti menghargai dan menyayangi sesama. Sebaliknya, akan ada banyak orang yang dirugikan akibat terkena paparan asap dari rokok yang kita hisap, terutama jika kita merokok di tempat publik. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa mereka akan menjadi perokok pasif yang menanggung risiko kesehatan lebih besar dibanding dengan perokok aktif. Tidak merasa berdosakah kita?
Sudah saatnya kita terutama para pemuda untuk memperbaharui mindset tentang konsep hidup keren dan kekinian. Sudah saatnya kita sebagai warga negara yang baik mendukung pemerintah, salah satunya dengan menerapkan program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS). Sudah saatnya kita sebagai penerus bangsa, membuka pikiran dan wawasan serta menanamkan idealisme bahwa tubuh dan jiwa yang sehat adalah kunci kebahagiaan.
Memang tidak mudah untuk memulai suatu kebiasaan baru karena banyak godaan dan tantangan. Diperlukan tekad dan komitmen yang kuat serta dukungan dari lingkungan sekitar terutama keluarga dan orang-orang terdekat. Dalam suatu perubahan menuju kebaikan, kadang kita harus melakukannya dengan paksaan dan pengorbanan yang membutuhkan proses panjang.  Yang perlu diingat adalah tidak ada kata terlambat untuk melakukan hal baik, terutama untuk hidup sehat tanpa rokok. Mulailah dari diri sendiri, mulai dari sekarang! Jika tidak, akan ada penyesalan yang datang mengintai dari belakang.






Referensi :

Brighma, C.J. (1991). Social Psychology. Boston : Harper Coliins Publisher Inc.
Chauhan, V., Sharma, R., Thakur, S. (2013). Tell-tale signs of a chronic smoker. Letter to editor, Lung India, 30 (1) : 79-81. DOI : 10.4103/0970-2113.106125
Http://kbbi.co.id/arti-kata/keren diakses pada tanggal 18 Mei 2017  pukul 18.04 WIB
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2013). Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.