Monday, October 31, 2016

Bligo Lagi

Feed blog saya untuk beberapa waktu ke depan mungkin masih mengulas tentang kebligo-bligoan dan akan terbagi menjadi beberapa part. Hehehe. Kali ini saya cuma mau sharing dikiiittt aja. 
Jadi dulu saya mendapat tawaran dari dosen pembimbing untuk mengajukan hak paten pembuatan minuman probiotik berbasis sari buah plus formulasinya ke LPPM. Memang menggiurkan ya kalo dipikir-pikir. Asik banget bisa dapet royalti kalo ada yang make produk kekayaan intelektual kita. Tapi kemudian saya menolak. Alasannya apaaa? Yang jelas lebih dari satu.
Minuman sakti yang bakal bikin kamu happy

Pertama adalah teknik pembuatan minuman tersebut adalah modifikasi dari penelitian sebelumnya yang serupa. Ya memang sih kalau untuk formulasinya itu murni dari eksperimen saya pribadi (dengan bimbingan dari dosen dan masukan dari teknisi laboratorium tentunya hehehe). Kedua, hal tersebut agak berseberangan dengan visi-misi hidup saya. Hahaha. Bahasanya berat yaaa. Intinya sebagai pengagum Nikola Tesla dan Dr. Jonas Salk, sepertinya saya tidak perlu mematenkan produk kekayaan intelektual yang "remeh temeh" seperti itu. Bukan tidak menghargai diri sendiri sih. Tapi akan ada kepuasan tersendiri jika apa yang saya buat bisa bebas digunakan oleh masyarakat luas. Bukankah sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain? Saya sama sekali tidak khawatir jika karya saya mau diplagiasi atau diklaim orang lain. Yang udah tertanam di hati adalah, lebah tak akan menyengat duluan kalau nggak diganggu. Tentu kalau ada klaim, saya akan bereaksi.
Mungkin karena saya masih menjadi manusia bebas yang (belum) memiliki ambisi untuk berkuasa atau menjadi ternama, idealisme saya masih menang. Tapi nggak akan yang tau hari esok bagaimana. Hahaha. Tidak ada garansi saya akan tetap demikian, karena saya hanya seorang hamba dari Sang Pembolak-Balik Hati. Saya hanya berdoa dan berusaha agar hati saya diteguhkan pada kebenaran. Aammiinn.
Akhir kata, could you patent the sun?

Thursday, October 13, 2016

B L I G O !

Pertemuanku dengannya sebenarnya sudah lama, sejak aku duduk di bangku taman kanak-kanak. Aku mengenalnya karena ia tumbuh subur di kebun belakang rumah nenek. Aku kagum melihat penampakan luarnya, terlihat tangguh tapi menggiurkan sama halnya seperti beberapa anggota keluarganya yang lain. Biasanya, nenek menjadikannya sebagai sayur pelengkap pada masakan bernama jangan bobor. Rasanya hambar, sama seperti hati Siti Nurbaya saat harus menerima perjodohan dengan Datuk Maringgih. Sejujurnya, aku tidak begitu mengidolakannya atau sekedar menyukainya pun tidak, namun bukan berarti aku juga membencinya. Saat itu, perasaanku netral padanya.
Menginjak usia belasan, tak lagi kutemukan sosoknya di kebun belakang rumah nenek. Tapi beruntungnya, banyak tetanggaku yang masih merelakan sebagian jengkal tanah di kebunnya untuk dia tempati. Sebenarnya selama masa remaja itu aku mulai acuh dengannya, karena kupikir PR Matematika lebih membutuhkan space lebih dari otakku. Aku bahkan sudah mulai melupakannya!
Akhirnya setelah beberapa waktu berlalu, di benakku kembali terbayang kenangan-kenangan bersamanya lalu kuputuskan untuk menjadikannya sebagai pemeran utama dalam naskah drama (penuh air mata) berjudul SKRIPSI. Tak kusangka dia sangat apik membawakan perannya sebagai agensia pembawa probiotik, sehingga aku mulai jatuh cinta pada sosoknya.
Setaun lebih, bahkan hampir dua tahun aku ternyata belum bisa move on darinya. Sembari mengisi waktu luang dan mengobati kerinduan, akhirnya aku diberi kesempatan oleh produser untuk menulis kembali skenario drama dengan judul berbeda. Kini aku mendapuknya sebagai sumber alternatif serat pangan dalam bentuk selulosa putih yang dihasilkan oleh A.xylinum. Lagi dan lagi, dia membuatku kagum! Dia masih tetap menjadi pelaku utama yang berbakat! Tak salah kalau aku berharap banyak padanya. Sungguh tak salah.
Di akhir tulisan ini, aku berharap aku bisa tetap mendapuknya menjadi lakon pada setiap naskah drama lain yang ingin aku tulis. Semoga masih ada kesempatan dan semoga tetap ada produser yang mau membiayai dramaku. hehehehe.

Tuesday, September 27, 2016

Menikahlah

Menikahlah! Tapi jangan karena paksaan, ikut-ikutan, pelarian (sesaat dari kesepian/kejombloan/mantan) atau takut dibilang ketinggalan jaman! 
Pernikahan tak sesederhana ngucap ijab qabul-bukain amplop-bobo bareng-keluar anak man!

Monday, September 5, 2016

Gadis Misterius dalam Bus

Senin siang yang terik. Aku baru bangun dari mimpi indahku : ngelus-elus kumisnya mas Rio Dewanto. Hehehe. Ngliat jam, ternyata udah jam setengah satu siang. Kebangun juga gara-gara si Putri nelpon. Biasanya kalo nggak ada halangan dan rintangan, kekeboan ini bisa berlangsung sampai bedug ashar. Maklum lah jam 5 pagi baru mulai tidur karena habis khataman film. Aku bergegas mandi meski mata masih sepet dan merah. Pas masih asyik keramas, handphone bunyi lagi. Roman-romannya Putri udah nyampe kosan. Prosesi mandi kupercepat, dan ternyata benar, Putri udah nunggu di bawah.
Setelah ngobral-ngobrol ala gadis rumpi dan ambil dagangan dari Putri, aku lekas bersiap-siap dandan buat ke Shopping. Rencananya sih mau beli buku tentang pengolahan nata de coco, yaaa latian bikin usaha sampingan lah buat modal pernikahan yang waktu dan sama siapanya hanya Tuhan-lah yang tau. Hiks. 
Jarak kos-halte Transjogja kalo diitung-itung ada 1000 meter alias 1 km, kutempuh dengan waktu 20 menit on foot. Alhamdulillah kali ini jalan kerasa enteng setelah berat badan turun sekilo, efek habis mewek sepanjang weekend karena tetiba inget mas mantan. Huhuhu. Oh iya, perlu jij ketahui bahwa saat itu cuaca lagi nggak bersahabat karena terik banget, jadi jalan jarak pendek aja rasanya kayak udah sia-sia aja make deodoran.
Setelah berpeluh-peluh dan kadar kekecean mendadak turun 20% karena keringetan, akhirnya sampe juga di halte. Nunggu bus jalur 3A dateng sekitar 15 menitan. Untung busnya pake AC dan dapet tempat duduk. Di dalem bus yang lumayan penuh sesak itu, ada satu penumpang yang menarik perhatianku. Seorang mbak-mbak yang usianya paling cuma selisih 2 tahun lebih muda dariku. Doi duduk di kursi belakang dengan membawa tas ransel berwarna biru telur bebek yang udah lusuh dan kumal. Disampingnya ada kardus besar yang ditali rafia, kayaknya sih barang bawaannya. Dengan pengamatan teknik curi-curi pandang, akhirnya aku bisa menilai appearance mbaknya dari ujung kepala sampe ujung kaki. Si mbak berkulit putih, tapi wajahnya agak pucat. Rambutnya dikucir ekor kuda dengan poni ala harajuku. Dari segi tata busana, mbaknya keliatan boyish dengan jaket, celana panjang ripped boyfriend kekinian dan sepatu kets.
Kemacetan panjang sekitar Tugu membuatku semakin kepo sama mbaknya karena si mbak keliatan sedih gitu. Wajahnya sendu dengan aura kesedihan terpancar kuat. Agak kasian, tapi akhirnya perhatianku teralihkan dengan pemandangan Jl Malioboro yang lagi dibenahi, ngrasa "wah" gitu, kayak udah lama nggak kesini. Aku lantas bersiap-siap turun karena sebentar lagi nyampe Halte Malioboro 3. 
***
Ternyata susah juga nyari buku idaman terbitan Kanisius itu. Setelah ngublek lantai 1 Shopping sendirian kayak gadis-gadis independent tangguh umumnya, akhirnya pindah ke lantai 2. Agak hopeless juga karena hampir tiga perempat jam belum ada tanda-tanda menemukan buku sakti. Sampe di kios yang menjual buku-buku kawak, ada titik cerah. Meski bukan buku yang aku cari tapi akhirnya aku beli aja, yang penting judulnya ada kata nata de coco-nya. Hehe. Sambil nunggu mbak penjual menyampuli buku, aku iseng nanya ada buku Hilman-Boim yang Lupus atau enggak. Mbaknya bilang ada, akhirnya aku beli 2 biji buku cerita favorit sejak jaman masih kencur itu. Setelah puas mendapatkan buku sakti, aku memutuskan untuk langsung pulang saja karena mikir buat apa berlama-lama di tempat penuh kenangan itu (dulu aku waktu muda sempet dagang buku buat fundraising organisasi jurusan, jadi sering kesini buat ambil buku dan akhirnya kecantol sama mas-mas berdada bidang berbulu lebat yang wajahnya mirip sama Ezra Miller. Hehehe. Bagian terakhir fiktif ya). 
Sampai di halte, kulirik jam tangan butut di pergelangan tangan, masih jam 4 sore. Masih aman. Belakangan, suka ngeri kalo pulang malem sendiri naik bus. Takut ada orang jahat yang ingin mencelakai gadis manis polos sepertiku. Huhu. Akhirnya bus jalur 2B dateng, membuyarkan lamunan tentang ketakutan-ketakutan sebagai gadis jomblo yang taun depan udah berumur seperempat abad. Aku bergegas naik, lalu 10 menit kemudian aku telah berada di halte Ngabean buat oper bus jalur 3B. 
Di halte Ngabean yang penuh sesak itu ada sekumpulan anak SMA yang bercanda cekakak-cekikik-cekukuk, seakan-akan tak ada beban di hidup mereka. Lalu disusul kedatangan sekelompok bule yang kulitnya nggak bule, kayaknya sih turis dari India (atau negara serumpun), yaa South Asian guys gitu. Mereka nampak gegap gempita gundah gulana nanya ke petugas Transjogja yang bahasa Inggrisnya pas-pasan sama kayak aku. Hehe.
Bus jalur 3B akhirnya datang dan mbak-mas turis tadi ternyata satu bus sama aku. Nggak ijk duga, ternyata ketemu lagi sama mbak-mbak muka pucat yang aku ceritakan tadi!! Lengkap dengan kardus besar yang kini pindah, ditaruh di depannya. Tempat duduk si mbak tetap di kursi belakang, namun udah nggak di sisi kanan kayak waktu pas berangkat tadi, pindah ke sisi kiri. Serem ih. Macem coincidence gitu. Lagipula nggak habis pikir sih, kok bisa pas banget satu bus lagi! Padahal tadi pas berangkat naik jalur 3A, terus sempet ke Shopping, eh ujungnya ketemu lagi di bus 3B. Sungguh suatu keajaiban (lebay kumat). 
Sesekali, aku nglirik dikit-dikit ke mbaknya. Wajahnya masih pucat, tambah sayu. Karena lama-lama aku jadi takut, akhirnya aku udah nggak berani lagi ngliat ke mbaknya tadi sampe aku turun di halte deket RS Sardjito. Sungguh gadis misterius dalam bus!

Tuesday, August 30, 2016

?

Lelakon-lelakon pait ing dina-dina kawuri
Nabet ing ati
Mbeset lan nyoreng-moreng pasuryane Ibu Pertiwi
Ngasi saiki ora ana sing isa medhar wewadi
Sapa sejatine sing ngobarake geni pepati?
Apa pancen bener iku PKI?

Saturday, July 16, 2016

Bayi Abang

Bayi abang nangis ndrenginging ngeres-eresi
Nggetuni geneya kudu lair ing jaman saiki
Nanging kabeh wis dumadi
Ora ana gunane wadul marang Gusti
Amarga pilihane mung mati apa wani nglakoni

Bayi abang golek sisik melik sapa sejatine biyunge
Wadon sing dinunuti guwa garbane sangang sasi punjul suwene
Sing bakal menehi banyu susu saka payudhara sing gumandhul ing dhadhane
Nanging pancen mung gawe cuwa sakwise nyumurupi saknyatane
Biyung ora rila kelangan gunung endah sing mencutake
Uwis bisa dibedhek apa sing dumadi candhake

Bayi abang lemu glewa-glewo mencutake ati
Sanadyan sabendinane mung ngombe susu sapi
Nanging bayi abang wis rumangsa kepotangan budi
Yen pedhet-pedhet kuwi ora mundur ngalahi
Ora mokal dheweke wis kependhem siti


Yogyakarta, Juli 2016


Saturday, June 25, 2016

Pawadonan ing Slangkangan

pawadonan ing slangkangan
diduweni wong wadon disenengi wong lanang
wewayangane tansah ndadekake pikiran nglambrang
seger dilamunake sinambi sangga uwang
pawadonan ing slangkangan
akeh sing malih dadi jajanan
diobral kanggo nguja kesenengan
dening mudha-mudhi sing pacaran
apadene pasangan ilegal saknjabane status bebojoan
padha ora krasa yen wis dadi gedibale nepsu setan
pawadonan ing slangkangan
ing njerone ana simbol kautaman
kanggo menehi sliramu pangurmatan
ora mung sawijining lambang kanikmatan



Yogyakarta, Juni 2016

Thursday, June 9, 2016

Wong Wadon Kaya Babon

wong wadon kaya babon
ngemong anak-anake karo luru pangan turut kebon
rila kepanggang srengenge katimbang kakehan kasbon
wong wadon kaya babon
nasibe pancen ora tumon
sawise si jago kecanthol randha kidul protelon
uripe morat-marit kaya buruh di-PHK tanpa pesangon
wong wadon kaya babon
mrana-mrene kenyunyuk geni pasemon
ora sithik omongan sing nggatelake pangrungon
wong wadon kaya babon
tanpa rowang mecaki paiting lelakon
kesampar-kesimpir dadi guyon
nglenggana yen urip ora mung kebak gugon tuhon



Yogyakarta, Juni 2016

Monday, June 6, 2016

Bocah Ayu Kaya Asu

bocah ayu sing tindak-tanduke kaya asu
tansah tut wuri menyang ngendi wae bendarane mlaku
mokal njegog yen ora diganggu
sapari polahe mesthi gawe guyu
lulut lan lucu
bocah ayu sing tindak-tanduke kaya asu
prasetyane tan kena diwatesi wektu
nanging tetep ana sing tega ndadekake babu
apa saderma papan kanggo nyuntak hawa nepsu
nganti awak lan ati remuk rempu
bocah ayu sing tindak-tanduke kaya asu
sambat sebute ora ana sing maelu

Yogyakarta, Juni 2016

Monday, May 23, 2016

Aku Wis Edan

Aku wis edan
Nalika wong-wong nandhang cuwa, aku malah ngguyu cengengesan
Nalika wong-wong wis mikirke rabi, aku malah kepengin saklawase legan
Aku wis edan
Sabendina kebanda ora bisa uwal saka pancengkremane kahanan
Sabendina ethok-ethok sampurna adol kapinteran
Aku wis edan
Dengki srei karo apa sing diduweni liyan
Apa sing takpikirke geseh adoh karo kanyatan
Aku pancen wis edan

Aku Kepengin Mati

Aku kepengin mati, apa ana sing saguh mbiyantu?
Mati dudu perkara kang gampang kanggoku
Ngelingi yen isih ana wong-wong sing nresnani aku
Ngelingi utangku isih ana pirang-pirang ewu
Ngelingi yen amalku durung cukup kanggo sangu
Ngelingi wong tuaku mung duwe anak aku
Ngelingi dosa-dosa kang bakale ngrendhetake laku
Ngelingi yen panguripanku kayadene wadag tanpa nyawa, kaku
Aku kepengin mati, apa ana sing saguh mbiyantu? 

Tuesday, April 5, 2016

Mas Ezra

Aneh ya, akhir-akhir ini aku terobsesi sama Ezra Miller versi brewok hahahaha. Entahlah. Hanya karena gabungan alis tebal, mata yang tergolong sipit, dan western-face plus kadar kebrewokan yang seksi itu cukup membuat dirinya terlihat eksotis bagiku hahahahaha.
Messy hair + shaggy whiskers + slanted eyes + western face = exotic appearance
Selera tidak bisa diperdebatkan yaaa. Tidak menerima kritikan :p

Friday, March 11, 2016

LGBT (2)

Lali yen putune wis ana pitu
Gayane necis kemakine ora umuk
Blaba loma, dhuwite bral-brul metu
Tua-tua keladi pancen ora kena ndelok klimising bathuk

LGBT (1)

Lemu
Ginuk-ginuk,
Bokonge sak-
Tampah

Thursday, March 3, 2016

LGBT

Luwe, kemrucuk unine wetengku
Gluweng-gluweng panonku, ngempet pangrasa
Bola-bali mung isa nggeget lambe, ngulu idu
Tujune ana mbok Ginem gita-gita marani aku karo nggawa sega goreng pete

Yogyakarta, 4 Maret 2016

Wednesday, February 3, 2016

Tanpa Irah-irahan

Katresnan iki mung keplok sesisih
Katresnan iki wis gawe sliramu ngadoh
Katresnan iki ora kuwawa nyandhet jangkahing sikilmu
Katresnan iki pancen dudu katresnan antaraning priya lan wanita
Katresnan iki uga dudu katresnan antaraning sedulur tunggal simbok
Katresnan iki mung kepengin ngraketake paseduluran sing nate kasambung

Tuesday, February 2, 2016

Crita Dina Iki

Nrabas deresing udan, sakdawaning dalan UGM-Kalasan
Sakwise tekan papan tujuwan, pranyata si bapak nulak lamaran
Jer pancene dudu dalanku golek sandhang pangan
Bali cengkelak sawise rumangsa ora ana dalan sidhatan
Kelingan entuke jungkir-jempalik ngasi ora kolu mangan
Tekan kos langsung mbanting awak ing ndhuwur dhipan
Mbuh lah ora arep mikir sing ora bisa gawe aku mesem kalegan!


Gurit kanggo Sedulur(ku)

Aku njomblak, dikagetake dening apa sing taksawang ing sosial media
Kasusul klesak-klesike mbok bakul sinambi wara
Ndadekake aku nduweni panduwa ala
Blangkemen, angel kanggo ngrakit ukara
Ing atiku tuwuh pitakonan : saktemene ana apa?

Sedulurku, aku kepengin sliramu blaka suta
Geneya  kudu wedi marang titah sapadha?
Yen ing donya padha dene mung ngawula
Geneya  kudu dadi wong liya?
Yen mung amarga kepengin diakoni lan dipuja

 Sedulurku, yen iki perkara wigati lan mujudake wewadi
Bakal taksimpen kanthi premati
Nanging aku kepengin nyuntak apa kang dadi prenthuling ati
Geneya  kudu ngurbanake duwekmu sing paling aji?
Yen mung amarga ana salah sijining fobia sing blas ora mbejaji
Geneya kudu wedi marang sing nyebar pepati?
Yen kanthi mati sliramu isa nyuwarga ing panguripan sejati

Sedulurku, ora ana niyat nyampuri panguripanmu ing njaban rangkah
Apamaneh niyat nyecamah lan gawe pitenah
Aku ing kene kaya wong susah
Amarga apa sing saktemene dumadi pancen durung genah
Ora ngerti endi sing bener lan sing salah
Aku mung ora kepengin sikilmu luwih adoh jumangkah

Sedulurku, apuranen aku yen wis kuwawa gawe runtiking manah
Aku mung kepingin ngudal apa kang ndadekake wetengku sebah


Yogyakarta, 2 Februari 2016

Monday, January 18, 2016

Good Bye!

You know, I love drawing very much because I like to express what I feel and what I imagine in that way. When someone start (too much) controlling me, I may lose my creativity (and identity). 

Wandu

Aku duwe wadag lanang, nanging jiwaku wadon
Aku wis suwe duwe gegadhangan suntik silikon 
Lan dadi pegawe salon
Nanging ngasi seprene durung kelakon

Sabendina ibu ngundamana sinambi mecuca-mecucu
Ngarani yen aku dudu lanang, nanging wandu
Bu, apuranen yen aku saksuwene iki sesidheman nganggo gincumu
Pak, apuranen yen tindak-tandukku ketara wagu

Aku sakjane sedhih yen nyawang awakku nang kaca pangilon
Dhadhaku rata tanpa ana plenuke sepasang "balon"
Aku uga kepengin duwe jeneng singlon
Wis wegah maneh yen diceluk Jojon

Aku luwih seneng yen diparabi Mona
Ora suwe maneh aku bakal ngulambara
Wis ora kuwat urip kebak sandhiwara
Pak, Bu apuranen aku yen wis gawe cuwa

Yogyakarta, 19 Januari 2016

Tuesday, January 12, 2016

Sawijining Dina ing Perpustakaan


 Halo! Ini artikel pertama di tahun 2016. Cerpen ini saya buat di pertengahan Desember 2015 kemarin, saya ikutkan lomba tapi emang belum rejeki. Daripada mubadzir, lebih baik dimasukin blog aja kan? Hehehe. Selamat membaca! Hidup Bahasa Jawa!!
******
Minggu esuk kang endah. Srengenge sumunar padhang kencar-kencar, langite katon biru resik. Ocehe sato iberan sing pating cruwet nambahi regenge swasana. Aku lagi wae tangi turu nalika mbak Ratri-mbakyuku-wis rampung korah-korah piring saktumpuk undhung. Aku pancen lagi dolan Yogya kanggo ngenggar-enggar ati mumpung isih akeh wektu lodhang sakwise Ujian Nasional. Aku kepengin banget ngubengi kutha Yogya sing wis kawentar engga tekan njaban rangkah iku. Ya pisan-pisan ben weruh padhange hawa amarga lagi sepisan ndhil iki aku napakake sikil ing kutha. Maklum wae aku pancen bocah saka desa kluthuk, paribasan adoh ratu cedhak watu. Eh kok malah dadi nglantur. Aku kudu ndang melu tandhang gawe resik-resik kamar kos, yen ora gelem digebyur banyu korahan.
Awane mbak Ratri ngajak aku menyang salah siji perpustakaan ing kutha Yogya. Jarene mbakyuku sing pancen duwe klangenan maca buku kuwi, dheweke arep golek bahan kanggo skripsi. Sakjane aku males banget, wis dolan adoh-adoh menyang Yogya bar-barane mung diajak menyang perpustakaan. Gek apa daya pamilut saka sawijining perpustakaan? Mesthi isine mung buku thok. Njelehi lan malesi. Aluwung aku turu nang kos utawa nonton drama Korea. Nanging sakabehing panggresah mau ya mung takbatin thok lan  takkipatake adoh. Yen ngasi kawetu, aku wedi kuwalat karo wong sing luwih tuwa. Hehehe.
Tekan parkiran, aku mudhun saka sepedha motor isih kanthi ulat peteng. Nanging bareng tekan njero perpustakaan, aku mung isa ndomblong! Kanyatan sing ana beda adoh karo sing ana ing angen-angenku. Aku dadi isin dhewe, karang ya bocah saka gunung menung-menung sing kurang pengalaman. Aku nuli diajak ngubengi perpustakaan ngasi kemput wiwit saka lantai 1 tekan 3. Mbakyuku wis persis kaya tour guide ngono kae.
Perpustakaan kanthi arsitektur kuno sing isih katon pengkuh iku kabagi dadi pirang-pirang ruangan. Ana sing kanggo maca lan rapat, ana uga ruang multimedia. Akeh banget pokoke  ngasi aku ora apal. Buku-bukune uga tumata rapi, mratandhani yen karumat kanthi becik. Oh iya sing paling gawe cingak yakuwi ana gazebo sing dikupengi taman endah ing ngarep lan mburi gedhung. Jarene mbak Ratri gazebo iku dicawisake kanggo pengunjung sing mung kepengin nongkrong utawa nggarap apa ta apa amarga nang kono uga sumadya fasilitas free wifi.
Sawise sesi orientasi perpustakaan, mbakyuku ngajak menyang lantai 2 sing nyumadyakake buku-buku kasusastran. Maneh-maneh aku nggumun setaun. Ora kaya jaman SMA biyen sing nggoleki buku nang perpustakaan sekolah wae kudu clilengan ngasi sirah ngelu. Ing kene kari nulis judul buku utawa jeneng pengarang ing katalog online. Yen buku sing digoleki ana, data buku awujud nomer inventaris lan panggonane ing rak ngendi bakal metu! Dhuh biyuung, jan ndesit tenan ya aku?  
Sawise buku-buku sing digoleki ketemu nuli tumuju menyang ruang baca. Mbak Ratri milih panggonan rada pojok sing  manggon ing cedhak cendhela. Aku ya mung tut wuri. Takematke mubeng, pranyata ing kene AC-ne ana telu, mangmula hawane adhem njekut marakake kepengin mancal kemul. Sinambi rada liyar-liyer aku maca buku sastra sing ngamot crita romantis-tragis...
***
Mbuh piye mula bukane, wong lanang bagus gagah pidegsa sing ngadeg ing sakcedhake rak buku ilmu sosial iku mandheng aku kanthi sorot mripat kang tajem. Aku dadi rada kecipuhan, grogi yen istilahe bocah jamanku. Aku mung mesem karo manthuk, dheweke melu mesem lan marani panggonanku lungguh. Wong bagus iku ngelungne tangan ngajak salaman, genahe ngajak kenalan.
“Juna. Pepake Arjuna,” sumambunge karo sepisan maneh mesem, saya ngatonake ngganthenge. Jenenge cundhuk karo pawongane, wong iki pancen nyata duwe daya pamilut linuwih.
“ Rina,” aku nanggepi kanthi cekak aos. Pancen takjarag, ben ketok rada jual mahal sithik lah. Hehehe.
Sanajan kanthi klesak-klesik, si Juna sing takkira kalem jebul akeh omonge. Kawruhe pranyata jembar, dheweke uga seneng karo kasusastran Jawa. Ora maido amarga dheweke mahasiswa tingkat 2 jurusan Pendidikan Bahasa Jawa. Aku uga kandha marang dheweke yen kepengin kuliyah ing jurusan Sastra Jawa. Dheweke malah menehi referensi kampus ngendi wae sing ana jurusan Sastra Jawane. Aku dadi sansaya kasengsem.
Entuke jagongan saya gayeng, nanging suwe-suwe ora kepenak yen ngasi ngganggu liyan sanajan ta manggon ing pojokan. Pungkasane aku karo Juna pindhah menyang gazebo. Ing kono panggonane luwih jembar lan ora prelu rikuh yen omongan rada seru, apamaneh yen karo guyonan.
Sanajan lagi sepisanan ketemu, akeh sithik Juna pancen wis kasil narik kawigatenku. Juna oh Juna, awakmu wis nggawe cah wadon kaya aku ketaman wuyung. Mula nalika dheweke njaluk nomer hapeku, aku uga tanpa tidha-tidha menehi. Pokoke anane mung sengsem lan seneng.
Mbuh wis pirang jam entuke jagongan pating glenik, pungkasane dheweke pamit bali dhisik. Sanajan rada kagol, aku nguntapke dheweke metu saka regol perpustakaan. Nalika dheweke nyabrang dalan gedhe, dumadakan ana bis mlayu banter saka kiwa. Si sopir bis sajake ora duwe kalodhangan kanggo ngidak rem, wusanane anggane Juna lan sepedha motore ditampani bis, nuwuhake suwara jumlegur. Kedadeyane cepet banget, aku mung isa njerit sora celuk-celuk dheweke. Dumadakan mak pet! Aku semaput. Ora eling purwaduksina.
***
Aku gragapan nalika awakku dihoyog-hoyog mbak Ratri. Aku lega, jebule kadadeyan mau mung impen. Isa-isane tengah awan ndandrang ngene, ing perpustakaan ngimpi nggegirisi. Jarene mbakyuku, wiwitane aku turu ngasi ngorok senggar-senggur sajak angler, mula dijarake wae menyang dheweke wong pas kuwi lagi sepi uga. Suwe-suwe aku malah nglindur ah-uh celuk-celuk jeneng uwong karo tanganku sraweyan ngundang kawigatene wong-wong sakcedhakku. Aku isin banget lan langsung ngajak mbak Ratri mulih.
Sakdawane dalan mulih, aku nyritakake kabeh kedadeyan sing takalami nang alam impen mau. Sajake aku kesengsem karo crita romantis-tragis ing buku sing takwaca mau lan ngasi kegawa dadi impen. Mbak Ratri malah mung njegigis, aku dadi sebel nanging ya pungkasane melu ngguyu.
Tekan kos-kosan wewayangane Juna isih katon ngegla. Impen ing perpustakaan mau awan pancen nabet nang ati. Aku janji sesuk bakal menyang perpustakaan maneh. Sakliyane kasengsem karo buku-buku wacan ing kono, sapa reti kepethuk cowok kaya Juna tenanan. Ya sapa reti ta? Hehehe.