Sunday, January 1, 2012

Pribadi yang Lebih Baik dari Pengalaman yang Buruk

Ada petuah bijak yang mengatakan bahwa pengalaman adalah guru terbaik. Hal tersebut memang ada benarnya. Karena dari pengalaman, kita menjadi belajar bagaimana agar kejadian yang buruk tidak terulang atau malah mengulang kesuksesan. Pengalaman baik maupun pengalaman buruk akan sama-sama memberikan manfaat bagi orang yang selalu mengambil hikmah di setiap pengalaman yang pernah dialami dalam hidupnya.
Diantara pengalaman-pengalaman yang saya alami di sepanjang hidup saya selama 19 tahun ini, ada satu pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan dan telah saya anggap menjadi guru terbaik bagi saya. Pengalaman buruk yang terjadi 8 tahun lalu waktu saya masih duduk di bangku sekolah dasar, tepatnya pada hari Selasa tanggal 30 September 2003 ini benar-benar mengubah hidup saya.
Pada hari naas tersebut, saya mengalami kecelakaan lalu lintas. Sepulang sekolah, kira-kira jam 2 siang, sehabis mengikuti jam tambahan saya bergegas pulang ke rumah karena masih harus mengikuti les matematika. Karena takut terlambat, saya tergesa-gesa saat menyeberang jalan raya. Meskipun sudah menyeberang di zebra cross, saya tertabrak oleh sebuah sepeda motor yang dikendarai dengan kecepatan tinggi. Begitu sepeda motor menghantam tubuh saya, saya jatuh tersungkur dan tidak ingat apa-apa lagi. Setelah saya sadar, ternyata saya sudah dikerumuni banyak orang, namun saya masih dalam keadaan tersungkur di aspal. Saya lemas dan tidak bisa berdiri. Saya menyadari bahwa kaki kanan saya patah, lutut dan tungkai lecet-lecet, serta 4 gigi seri saya yang bagian depan hilang. Darah mengucur deras dari mulut saya. Baju atasan seragam merah-putih saya penuh dengan darah. Orang-orang lalu menggotong saya ke mobil dan segera melarikan saya ke rumah sakit.
Begitu sampai di rumah sakit, saya langsung dibawa ke IGD. Mulut saya ternyata robek dan harus dijahit. Luka-luka saya segera dibersihkan dan dilakukan rontgen. Tulang betis dan tulang kering saya patah, namun tidak sampai merobek jaringan kulit. Begitu saya keluar dari IGD, sudah ada kedua orang tua saya. Ibu menangis, sedangkan Bapak berulang-ulang beristighfar melihat keadaan saya. Saya merasa sangat bersalah karena telah membuat keduanya sedih akibat kecerobohan saya.
Akhirnya saya dirujuk ke rumah sakit di Solo. Saya harus opname. Semalaman darah terus saja keluar dari gusi saya. Keesokan harinya, saya harus menjalani operasi. Saya merasa sangat khawatir karena takut operasinya gagal dan saya tidak bisa pulih seperti sedia kala. Namun beberapa jam sebelum operasi, tim psikiater dan kedua orangtua saya selalu memotivasi saya. Saya menjadi agak tenang dan optimis bahwa operasi akan berjalan lancar.
Saya opname selama 10 hari. Selama itu, saya total bedrest. Otomatis tidak bisa kemana-mana. Saya hanya membaca majalah, buku pelajaran, koran, atau apapun yang bisa menghilangkan kejenuhan saya. Saya tidak bisa melakukan apapun kecuali hanya bisa terbaring dan duduk. Dengan kondisi seperti ini saya menjadi sadar bahwa kesehatan adalah segala-galanya. Ibu begitu setia merawat dan menjaga saya. saya merasa sangat bersalah. Karena musibah yang saya alami adalah akibat dari melanggar nasihat orang tua. Pada hari saat saya kecelakaan, pagi harinya sebelum berangkat sekolah saya sudah dinasihati agar langsung menuju tempat les matematika. Karena jarak tempat les dengan sekolah saya cukup dekat. Saya menjadi sangat menyesal.
Selama di rumah sakit saya banyak memetik pelajaran yang sangat berharga. Pasien di sebelah saya, adalah balita berusia 2 tahun yang mengalami kelainan tulang kaki dan juga harus menjalani operasi. Melihatnya, saya menjadi iba namun juga merasa bersyukur karena dilahirkan dengan kondisi fisik yang normal dan sempurna. Begitu pula waktu saya dibawa ke ruang radiologi untuk memeriksa keadaan tulang kaki saya. Sepanjang perjalanan menuju ke ruang radiologi, saya melihat pasien-pasien yang keadaannya jauh lebih parah dan sangat memprihatinkan dibanding saya. Menurut cerita yang saya dengar, tulang mereka ada yang remuk dan harus diberi platina yang dilengkapi dengan ruji-ruji panjang yang menembus kulit mereka. Saya menjadi miris. Ada pula bayi yang berasal dari keluarga prasejahtera yang mengalami kelainan pada kakinya. Namun, di rumah sakit itu tidak ada pembedaan pelayanan. Baik pasien kelas III maupun pasien VVIP. Semua pelayanan yang diberikan kepada pasien adalah sama. Disitu saya menjadi berpikir bahwa jika kelak saya menjadi petugas kesehatan atau apa saja yang menjadi abdi masyarakat saya juga harus memberikan pelayanan yang terbaik untuk mereka.
Pengalaman buruk yang saya alami tersebut memang benar-benar mengubah hidup saya. Saya yang semula suka melanggar nasihat orangtua, mulai kejadian itu menjadi tidak lagi berani melanggar nasihat orangtua. Terutama yang berhubungan dengan keselamatan saya. Saya menjadi lebih care dengan keselamatan diri saya. Dengan pengalaman tersebut, saya bersyukur Tuhan masih menyelamatkan hidup saya dan masih memberikan kesempatan kepada saya untuk hidup normal kembali meskipun memang tidak sesempurna dulu. Saya sangat bersyukur karena memiliki orangtua yang sangat mencintai dan menyayangi saya dan dari pengalaman itu saya mulai berjanji pada diri saya sendiri bahwa saya tidak boleh mengecewakan orangtua dan harus selalu membahagiakan dan membanggakan mereka. Pengalaman buruk tersebut dulu memberi semangat kepada saya, bahwa saya harus menjadi tenaga kesehatan entah apapun itu dan memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat

6 comments:

  1. alhamdulilah aku belum pernah nginep di rumah sakit.
    pernah sih jatuh tapi untungnya ga parah, cuma lecet doang hehehe

    Dan ini adalah sisi "wise" seorang Nadiah (pake h) :p

    ReplyDelete
  2. wah, jo ngasi mas. Aku wis 2 kali di meja operasi malah -______-
    aku wonge fleksibel (tapi bukan muka dua lhoo) hahaha bisa geje (kebanyakan) dan bijak (keciiil sekali) haha

    ReplyDelete
  3. haha, mesti masang plat karo nyopot plat?
    kayak kancaku :p

    super sekali :D

    ReplyDelete
  4. yesss...dan sungguh menyakitkan #bius lokal

    ngeek ngeceee :o

    ReplyDelete
  5. emangnya kalo bius impor ga sakit kah? #eh :p

    ReplyDelete
  6. enggak, kalo dokter yang bius juga impor #eh hahahaha

    ReplyDelete